Perusahaan Leasing yang Menarik Kendaraan Tidak Akan Terkena Pidana Bila Memiliki Surat Ini

Kasat Reskrim Polresta Banjarmasin AKP Ade Papa Rihi menegaskan bakal mempidana pihak yang melakukan penarikan paksa kendaraan bermotor yang kerap dilakukan oknum debt collector di jalan raya.

“Selama saya menjadi Kasat Reskrim, jangan sampai terjadi di Banjarmasin karena saya tidak segan-segan memproses pidananya,” kata Ade kepada Antara, Rabu.

 Dia menjelaskan, semua ada mekanisme yang harus ditempuh oleh pihak leasing jika sampai melakukan penarikan kendaraan bermotor dari nasabah yang menunggak pembayaran kredit kendaraan.

Salah satu yang wajib dipenuhi adanya perjanjian jaminan fidusia, yakni perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor yang melibatkan penjaminan.

Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 Tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha, menyebut bahwa setiap transaksi sewa guna usaha wajib diikat dalam suatu perjanjian.

“Jadi apabila transaksi tidak didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia, maka secara hukum perjanjian fidusia tersebut tidak memiliki hak eksekutorial dan dapat dianggap sebagai hutang piutang biasa, sehingga leasing tidak berwenang melakukan eksekusi,” papar Ade.

Jika pun terjadi penarikan motor oleh pihak leasing tanpa menunjukkan sertifikat jaminan fidusia, itu merupakan perbuatan melawan hukum. Apalagi jika sampai debt collector yang disuruh tidak berbadan hukum alias tanpa sertifikat yang dikeluarkan Lembaga Sertifikasi Pembiayaan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ade mewanti-wanti tindakan leasing melalui debt collector yang mengambil secara paksa kendaraan berikut STNK dan kunci motor, bakal dijeratnya pidana.

“Saya bisa kenakan perampasan Pasal 368 KUHP. Kemudian juga pemalsuan dokumen jika legalitas debt collector tidak jelas serta Pasal 4 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,” tegasnya lagi.

Terkait pendampingan polisi dalam proses eksekusi penarikan kendaraan dari konsumen, tambah Ade, juga mesti sesuai petunjuk Peraturan Kapolri No 8 tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.

“Harus mengajukan surat resmi ke Kapolresta dan nanti dari Kabag Ops menunjuk petugas yang melakukan pendampingan. Bukan hanya Reskrim tapi bisa melibatkan Intelkam, petugas berpakaian dinas serta Bhabinkamtibmas setempat yang mengetahui wilayahnya,” paparnya.

Sedangkan tahapan eksekusi pertama melalui surat peringatan dulu sampai tiga kali. Kemudian somasi hingga jalan terakhir adalah penarikan paksa dengan syarat sudah terpenuhinya semua legalitas dan prosedur yang berlaku.

 “Yang pasti, penarikan harus dilakukan ketika unit kendaraan berada di tangan penguasaan sang pemilik resmi. Jika sudah berpindah tangan tidak boleh juga dan itu bisa ditelusuri apakah telah terjadi penggelapan dan sebagainya. Nanti polisi yang mendalami dengan laporan resmi dari leasing,” kata Ade.

Ketua APPTHI (Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia), Dr. St. Laksanto Utomo menambahkan, bahwa penarikan paksa yang dilakukan oleh perusahaan pemberi kredit jika telah memenuhi persyaratan serta termasuk juga pendampingan sesuai surat edaran resmi Kapolri, maka tindakan perusahaan tersebut dapat dibenarkan.

“Kasat Reskrim tidak bisa gegabah menjerat pidana bagi perusahaan. Kecuali perusahaan yang bergerak di bidang jasa penarikan kendaraan bermotor menunggak, hal ini perlu diwaspadai, jangan sampai perusahaan memberi jasa secara gegabah”, tutup Laksanto yang sekaligus menjabat sebagai Komisaris di PT Astra Multifinance